Jumat, 18 Juni 2010

Tentang Kartini

Ini tulisan pertamaku yang dimuat di Harian Banyuasin tanggal 22 April 2010
Alhamdulillah...akhirnya....



OH... KARTINI

Oleh: Nila Suyanti,S.Pd.

Tak kenal maka tak sayang
Tak sayang maka tak cinta...

Mungkin peribahasa tersebut cukup pas untuk menggambarkan situasi ketika penulis mengobrol tentang sosok Raden Ajeng Kartini kepada beberapa siswa SD, SMP dan SMA. Di antara obrolan itu ada pertanyaan seperti “Apakah kamu kenal dengan R.A. Kartini? Siapakah beliau? Bagaimana rupanya? serta beberapa pertanyaaan lainnya. Penulis bermaksud untuk mengetahui bagaimana sosok R.A. Kartini dikenal oleh para siswa.
Bagi siswa SD terutama kelas 1,2,3 pertanyaan itu cukup sulit untuk dijawab sehingga pertanyaan hanya sampai “Bagaimana rupanya (R.A. Kartini)?”. Ternyata sebagian dari mereka tidak tahu jawabannya bahkan ada yang mengatakan bahwa beliau memiliki rambut panjang terurai. Padahal yang kita tahu deskripsi fisik seorang Kartini identik dengan konde, kebaya putih dan kain batik Jawa. Apakah ini artinya foto, lukisan atau gambar beliau tidak familiar bagi mereka? Apakah memang saat ini foto beliau ataupun foto pahlawan nasional lainnya jarang menghiasi ruang kelas atau ruang lainnya sehingga para siswa SD ini asing terhadap mereka?
Bagi siswa SMP dan SMA, pertanyaan tentang “Siapa R.A. Kartini?” tentunya dijawab dengan lebih mudah. Sebagian besar menjawab bahwa beliau adalah pejuang emansipasi wanita. Ketika penulis tanya “Apa itu emansipasi wanita?” mereka mulai kesulitan untuk menjelaskannya. Apalagi ketika penulis meneruskan pertanyaan tentang Apa yang beliau alami semasa hidup? Apa yang telah beliau lakukan sehingga diputuskan menjadi pahlawan nasional?” dan Mengapa setiap tanggal 21 April kita peringati sebagai Hari Kartini?” Wah… mereka terlihat benar-benar kesulitan. Dan ada yang menjawab “Aku nggak suka pelajaran sejarah sih…jadi aku nggak tahu banyak, apalagi tentang pahlawan…”
Seingat penulis ketika masih di SD, SMP dan SMA bahkan sampai hari ini peringatan hari Kartini hanya dilakukan dalam bentuk seremonial yaitu selain upacara yang seluruh petugasnya adalah para siswi, juga ada lomba kebaya kartini, merangkai bunga, mewiru kain atau kegiatan lainnya yang kelihatannya hanya mengangkat sisi feminim dari seorang Kartini. Padahal esensi dari peringatan itu mestinya adalah bagaimana pada hari itu (tanggal 21 April) menjadi momentum bagi perempuan Indonesia untuk berjuang seperti Kartini, keluar dari kesulitan dan berjuang untuk meraih apa yang dicita-citakan. Semangat juang beliau harus dimiliki. Kegigihan beliau dalam menyebarluaskan pemikiran tentang kesetaraan, keadilan dan hak-hak yang seharusnya melekat pada kaum hawa dengan mengirim surat ke teman di Belanda menunjukkan beliau sosok yang cerdas bukan feminim yang direpresentasikan melalui lomba kebaya dan konde.
Peringatan hari Kartini di sekolah mestinya tidak hanya berbentuk seremonial saja tapi juga dalam bentuk lain yang lebih memotivasi siswa dalam mengeksplorasi sosok beliau misalnya seminar atau forum tanya jawab tentang Kartini, lomba membuat dan membaca puisi, cerdas cermat, lomba pidato dan debat tentang Kartini dan sebagainya. Kegiatan tersebut tidak hanya membuat para siswa mungkin akan akrab dengan sosok Kartini tapi juga meningkatkan apresiasi mereka terhadap pejuang nasib kaum wanita. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa para pahlawannya?
Lantas bagaimana peringatan hari Kartini di kalangan mahasiswa? Penulis cukup salut dengan aksi mahasiswa di tengah jalan raya kampus STAIN Cirebon pada peringatan Hari Kartini tahun lalu. Aksi yang dimotori oleh puluhan mahasiswa yang tergabung dalam KOPRI PMII (Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri) ini membagikan selebaran refleksi Hari Kartini kepada pengguna jalan yang melewati jalan tersebut. Aksi tersebut mengajak masyarakat untuk merefleksi perjuangan Kartini, bahwa cita-cita Kartini masa itu tinggi namun terbentur batu karang budaya yang memposisikan perempuan hanya sekitar kasur, sumur dapur. Generasi saat ini harus meneruskan perjuangan itu, tegas Dzarotul Munsyi selaku koordinator lapangan aksi tersebut. Walaupun para mahasiswa sedang masa UTS (Ujian Tengah Semester) namun tidak mengurangi semangat nya dalam menyampaikan pesan perjuangan bagi kaum perempuan kepada masyarakat. Aksi mereka diakhiri dengan pernyataan sikap antara lain penegakan supremasi hukum terhadap oknum KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), pengadilan terhadap pejabat dan sindikat trafficking dan penghentian perdagangan perempuan.
Bagaimana pula peringatan Hari Kartini versi organisasi kewanitaan? Tahun lalu tidak sedikit kita lihat bahwa organisasi kewanitaan pada Hari Kartini menggelar acara Fashion Show Kebaya seperti yang dilakukan oleh karyawan Puskesmas Balongsari, Surabaya atau kegiatan lain yang sejenis. Sedangkan di Jakarta sedikitnya 200 polisi wanita (polwan) dari jajaran Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya membagikan pin bagi pengendara kendaraan bermotor sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa Kartini. Selain itu polwan yang bertugas di pelayanan (Samsat) mengenakan pakaian khusus berupa kebaya. Ada juga himbauan untuk memberikan perlakuan khusus terhadap para wanita pengguna kereta api pada hari tersebut dan banyak lagi kegiatan lainnya.
Sebagai wanita penulis cukup berbangga dengan kegiatan peringatan Hari Kartini di kalangan mahasiswa dan organisasi kewanitaan tersebut, tapi alangkah baiknya kalau kegiatan tersebut bisa diganti dengan kegiatan sosialisasi kepada seluruh masyarakat tentang Undang-Undang No. 23/2004 yang isinya membela kaum perempuan sehingga kaum hawa semakin mengerti hak-haknya. Kenapa? Karena walaupun undang-undang tersebut telah diberlakukan sejak September 2004 ternyata belum sepenuhnya melindungi perempuan dari tindak kekerasan. Adanya UU KDRT sebenarnya merupakan langkah maju dari perwujudan perjuangan R.A. Kartini bagi masyarakat Indonesia. Semasa hidup, Kartini menginginkan posisi perempuan sejajar secara wajar dengan laki-laki di lingkungan sosial dan budaya.
Kartini… mudah-mudahan di hari jadimu ini kami senantiasa menyadari bahwa kaulah inspirasi bagi seluruh perempuan di negeri ini. Semangat juang mu harus terus kami miliki. Terima kasih Kartini...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar